Kerahiman: adakah kebajikan ini dalam keluarga kita?
Dewasa ini, sudah bukan rahasia lagi, jika ada banyak keluarga yang
retak, bahkan yang kemudian berpisah. Kita mungkin tidak perlu jauh-jauh
untuk mencari contohnya, sebab bisa jadi itu terjadi dalam lingkaran
kerabat kita, bahkan keluarga kita sendiri. Mengapa dan bagaimana hal
itu dapat terjadi, tidaklah sama antara suatu keluarga dengan yang
lainnya. Tetapi ada satu akar yang sama yang menjadi penyebabnya, yaitu
ketika tidak ada lagi kerahiman, atau belas kasih sejati, yang dihidupi
dalam keluarga tersebut. Kerahiman atau belas kasih merupakan sifat
Allah yang paling utama, sebab Allah menyatakan diri-Nya sebagai Kasih
(1Yoh 4:8). Tanpa melibatkan Allah, yang adalah Kasih yang mempersatukan
ini, keluarga Kristiani akan kehilangan arah dan pedoman, sehingga
tatkala ada masalah ataupun perselisihan antara anggota- anggotanya,
masing-masing pihak akan cenderung memusatkan perhatian kepada
kepentingan dan kehendaknya sendiri, dan bukan kepada kebaikan bersama.
Kerahiman Ilahi, itulah yang perlu kita mohon bagi keluarga kita.
Agar dengan bersandar kepada kerahiman Allah, kita dimampukan untuk
menghidupi dan menerapkan sifat kerahiman itu di dalam keluarga kita.
Dalam hal inilah menjadi pas, jika kita melihat teladan Bunda
Maria, yang telah terlebih dahulu menghidupinya dan menerapkannya dalam
Keluarga Kudus di Nazaret, dan yang hingga kini terus mengambil bagian
dalam mewujudkan rencana Sang Kerahiman Ilahi itu dalam sejarah umat
manusia. Peran Bunda Maria ini khusus dan istimewa, justru karena Tuhan
Yesus menghendakinya demikian. Ia menghendaki agar Bunda Maria,
Bunda-Nya menjadi Bunda Kerahiman bagi kita semua, agar kita dapat
belajar bahwa sifat kerahiman itu, bukan hanya milik Allah sendiri,
namun juga dapat menjadi milik kita manusia. Sebab dengan menerapkan
sifat kerahiman itu dalam hidup kita, kita diubah sedikit demi sedikit
untuk menjadi semakin menampakkan Allah Sang Kerahiman, dalam diri kita.
Bunda Maria adalah manusia pertama yang telah menjadikan kerahiman
Allah itu sebagai kesatuan yang tak terpisahkan dalam hidupnya sendiri,
dan karena itu, marilah kita mengikuti teladannya.
Mengapa Maria disebut Bunda Kerahiman?
Mungkin jawaban sederhananya adalah: karena Bunda Maria menyatakannya
demikian kepada sejumlah orang pilihan, yang oleh izin Allah, menerima
wahyu pribadi, untuk meneguhkan secara eksplisit apa yang dikehendaki
Allah untuk dipahami oleh umat-Nya, berkenaan dengan prinsip ajaran yang
telah disampaikan oleh Wahyu Allah dalam Kitab Suci. Yaitu bahwa sifat
Allah yang terutama adalah belas kasih dan Allah menghendaki agar kita,
sebagai murid Kristus, untuk juga berbelas kasih. Untuk maksud itulah
Allah memberikan contoh yang sempurna, yaitu Bunda Maria.
Dalam buku hariannya, St. Faustina menuliskan pengalaman rohaninya,
saat mendoakan doa novena bagi intensi bapa pengakuannya. Di akhir doa
novena itu, saat ia mendaraskan doa Salam, ya Ratu, ia melihat Bunda
Maria menampakkan diri kepadanya dengan menggendong Kanak-kanak Yesus,
sambil berkata, “Aku bukan hanya Ratu Surga, tetapi juga Bunda Kerahiman
dan juga Bunda-mu.”1
Perkataan ini serupa dengan apa yang pernah disampaikan oleh Bunda
Maria kepada St. Brigita dari Swedia di abad ke-14, “Akulah Ratu Surga
dan Bunda Kerahiman; akulah kesukaan bagi orang-orang benar, dan pintu
yang melaluinya para pendosa akan dibawa kepada Tuhan.”2
Perlindungan Bunda Maria sebagai ibu orang beriman, dan Bunda Kerahiman
juga kembali dinyatakan oleh Bunda Maria, kepada St. Juan Diego dari
Guadalupe di abad ke-16, dan kepada St. Bernadette Soubirous di abad
ke-19. Maka, walau istilah Bunda Kerahiman mungkin dianggap baru oleh
sejumlah orang, namun sebenarnya telah sejak abad awal, Gereja memohon
kepada Bunda Maria, untuk memberikan perlindungannya dengan doa-doa
syafaatnya. Doa tersebut dikenal dengan sebutan Sub Tuum Praesidium, yang berbunyi:
“Di bawah kerahimanmu kami berlindung, O Bunda Tuhan. Jangan menolak
permohonan kami dalam kesesakan, tetapi bebaskanlah kami dari mara
bahaya, [o engkau] yang suci dan terberkati.”3
Dr. Robert Stackpole, direktur The John Paul II Institute of Divine Mercy, menjelaskan bahwa ada 4 alasan mengapa Bunda Maria disebut sebagai Bunda Kerahiman, yaitu4:
- Sebab Bunda Maria yang dikandung tidak bernoda dosa, diciptakan oleh Sang Kerahiman Ilahi untuk turut melakukan karya Kerahiman Allah.
- Sebab Allah telah memilihnya untuk menjadi Ibu Yesus, Sang Kerahiman Ilahi, dan Bunda Maria-lah yang telah melahirkan Yesus itu di dunia.
- Sebab Bunda Maria melaksanakan karya kerahiman Allah, dengan menunjukkan bagaimana caranya untuk menjadi murid Kristus yang sejati.
- Sebab Bunda Maria senantiasa menjadi pendoa syafaat bagi kita, yang membawa permohonan- permohonan kita kepada Allah.
Bunda Maria diciptakan tiada bernoda untuk turut melakukan karya kerahiman Allah
Injil mengajarkan kepada kita, bagaimana Allah sendiri telah memilih
Bunda Maria, dan memenuhinya dengan rahmat-Nya. “Salam Maria, penuh
rahmat, Tuhan sertamu”, yang kita doakan dalam doa Salam Maria, diambil
dari salam yang disampaikan oleh malaikat utusan Tuhan kepada Bunda
Maria, saat memberikan Kabar Gembira kepadanya. “Hail Mary, full of grace, the Lord is with you”,
diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh LAI menjadi, “Salam, hai engkau
yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau” (lih. Luk 1:28). Namun di sini
kita menangkap intinya, yaitu Allah memberi salam penghormatan
kepadanya, dan menyebutnya sebagai seseorang yang dikaruniai dengan
rahmat Allah, dan yang disertai oleh Allah sendiri. Salam semacam ini
tidak pernah disampaikan Allah kepada siapapun yang lain. Kepenuhan
rahmat Allah yang dalam diri Bunda Maria juga merupakan kekhususan
baginya, yang diberikan Allah sehubungan dengan tugas istimewa yang
dipercayakan kepadanya, yaitu untuk menjadi Bunda Kristus yang adalah
Allah, dan karena itu, Maria disebut sebagai Bunda Allah.
Karena keistimewaan ini, maka apapun dalam diri Bunda Maria, memang
adalah ciptaan Sang Kerahiman Ilahi, dan diperuntukkan bagi karya
Kerahiman Ilahi. Tak ada mahluk ciptaan yang lain, yang dengan sempurna
menyatakan kerahiman Allah, selain daripada Bunda Maria yang dikandung
tanpa noda. Sebab kerahiman Allah yang tiada terbatas itulah yang
memungkinkan Bunda Maria menerima rahmat pengudusan yang sempurna,
bahkan sejak terbentuk dalam rahim ibunya, agar ia sungguh-sungguh layak
mengemban tugas sebagai Bunda Putera Allah yang kudus. Bunda Maria
kemudian menanggapi rahmat Allah yang sungguh luar biasa ini, dengan
kesediaannya untuk taat dan melaksanakan kehendak Allah di sepanjang
hidupnya. Ketaatan Bunda Maria kepada Allah inilah yang menjadikannya
kudus. Bunda Maria menggenapi secara sempurna apa yang diajarkan oleh
Rasul Petrus, bahkan sebelum Rasul Petrus mengajarkan hal ini kepada
Gereja:
“Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangalah turuti hawa nafsu
yang menguasai kamu… tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam
seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus yang telah memanggil kamu,
sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku adalah kudus.” (1Ptr
1:14-16)
Maka kekudusan Bunda Maria, tidak dimaksudkan oleh Allah untuk
menjadi kebaikan bagi Bunda Maria itu sendiri, ataupun sebagai semacam
persyaratan baginya untuk menjadi ibu bagi Tuhan Yesus. Allah
berkehendak agar kekudusan Bunda Maria itu menjadi teladan bagi kita,
agar kitapun dapat, seperti Bunda Maria, bertumbuh menjadi kudus. Dengan
kekudusan inilah, kita dapat turut mengambil bagian dalam rencana
kerahiman Allah, yaitu untuk membawa sebanyak mungkin orang kepada
keselamatan kekal.
Kini marilah kita melihat ke dalam diri kita
masing-masing dan terutama di dalam keluarga kita: Apakah kita telah
menjadi orang yang taat akan perintah Allah? Apakah yang telah kita
lakukan untuk bertumbuh dalam kekudusan? Apakah kita telah menjadi orang
yang berbelas kasih kepada orang lain, terutama kepada anggota- anggota
keluarga kita? Apakah kita telah mengikuti teladan kerahiman Allah,
dengan mengampuni semua orang yang telah menyakiti hati kita? Sebab
kerahiman Allah bukanlah sesuatu yang dimaksudkan Allah untuk kita
terima bagi diri kita sendiri, melainkan juga untuk kita bagikan kepada
sesama kita, terutama mereka yang kecil, lemah, tersingkir dan
terlupakan. Dan bukannya tidak mungkin orang-orang ini ada dalam
keluarga kita. Sejauh mana kita telah memberikan perhatian kasih kepada
anak-anak kita, bahkan sejak mereka ada di dalam kandungan? Sejauh mana
kita telah memberikan kasih dan perhatian kepada anak-anak kita, dan
juga kepada orang tua kita, terutama jika mereka telah lanjut usia dan
sakit-sakitan? Apakah kita telah memperlakukan pasangan kita, baik suami
maupun istri, dengan kelemahlembutan? Bagaimanakah kita memperlakukan
setiap anggota dalam rumah tangga kita, termasuk para pembantu rumah
tangga, supir maupun satpam? Adakah kita telah memperlakukan mereka
dengan layak? Sebab belas kasih yang kita nyatakan kepada sesama
kitalah, yang menjadi bukti apakah kita sungguh telah mengasihi Tuhan.
Rasul Yohanes menuliskan dalam suratnya:
“Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci
saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi
saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak
dilihatnya.” (1 Yoh 4:20).
Allah telah memilih Bunda Maria untuk menjadi ibu yang melahirkan Yesus, Sang Kerahiman Ilahi
Di tanggal 20 Oktober 2014 ini, kita rakyat Indonesia resmi memiliki
Presiden dan Wakil Presiden yang baru. Ibunda Bp. Joko Widodo, tentu
layak untuk disebut ibunda Presiden, sebab anaknya adalah Presiden RI.
Demikianlah juga, karena Tuhan kita Yesus Kristus adalah Sang Kerahiman
Ilahi, maka Bunda-Nya, Bunda Maria, layak disebut sebagai Bunda
Kerahiman. Melalui Bunda Maria-lah Kristus Sang Kerahiman Ilahi dapat
lahir ke dunia, dan mengambil rupa manusia. Melalui Bunda Maria-lah,
Kerahiman Allah yang tidak kelihatan itu menjadi kelihatan dan hadir di
tengah- tengah umat-Nya.
Peran Bunda Maria yang sangat istimewa dan hanya satu-satunya ini
dalam sejarah keselamatan umat manusia, tidak meniadakan peran setiap
kita, yang juga dipercaya oleh Allah untuk turut mengambil bagian dalam
menghadirkan kerahiman Allah di tengah umat-Nya. Setelah kenaikan-Nya ke
Surga, kehadiran Kristus di tengah Gereja dinyatakan dalam sakramen
Ekaristi kudus, yang tiap-tiap hari dirayakan oleh Gereja dalam perayaan
Ekaristi. Kita sebagai anggota Gereja dipanggil oleh Allah untuk
mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi, agar setelah menerima Kristus
yang sungguh hadir secara nyata di dalam Ekaristi itu , kitapun dapat
membagikan Kristus kepada sesama kita. Sebagaimana Bunda Maria telah
menghadirkan Kristus ke dunia, kitapun dipanggil oleh Allah untuk
menghadirkan Kristus ke dunia di sekitar kita, entah di rumah, di
sekolah, di tempat kerja, maupun di mana saja.
Maka bagi keluarga kita, pertanyaannya adalah, apakah kita telah
bersama-sama dengan keluarga kita, menghadiri dan mengambil bagian dalam
perayaan Ekaristi kudus? Sebab sakramen Ekaristi adalah sakramen cinta
kasih dan sakramen pemersatu yang dikehendaki Allah sebagai sarana untuk
mempersatukan seluruh anggota keluarga kita. Dengan mengambil bagian
dalam Ekaristi kudus, pasangan suami istri memperbaharui kembali janji
perkawinan mereka. Sebab dalam Ekaristilah, Gereja sebagai Tubuh Kristus
merayakan dan menyatakan kesatuannya dengan Kristus sebagai Kepalanya.
Suami istri yang telah dipersatukan oleh Kristus dalam sakramen
Perkawinan, mengambil bagian dalam kesatuan Kristus dengan Gereja-Nya
ini. Mengingat begitu dalamnya makna Ekaristi bagi kesatuan suami istri,
maka marilah kita bertanya kepada diri kita masing-masing, sejauh mana
kita telah melakukan hal ini? Apakah sebagai suami istri kita telah
hadir dalam perayaan Ekaristi dan bersama-sama memperbaharui janji
perkawinan setiap kali menyambut Kristus dalam Komuni kudus? Apakah
ketika mengalami pergumulan ataupun permasalahan dalam perkawinan
ataupun keluarga kita, kita menimba kekuatan dari Kristus dalam
Ekaristi? Apakah kita telah dengan sungguh-sungguh turut mempersiapkan
anak-anak kita untuk menerima Komuni Pertama dengan penuh rasa syukur?
Sejauh mana kita sendiri menghayati makna Ekaristi, sehingga kita dapat
membagikan penghayatan kita kepada pasangan kita, suami ataupun istri,
dan kepada anak-anak kita?
Bunda Maria melaksanakan karya kerahiman Allah dengan menjadi teladan murid Kristus yang sejati
Sebagai Bunda Kerahiman, Bunda Maria mengajarkan kepada St. Faustina
demikian, “Aku menghendaki, anak-ku yang terkasih, agar engkau
melaksanakan tiga kebajikan ini yang sangat berharga bagiku- dan yang
sangat berkenan kepada Allah. Yang pertama adalah kerendahan hati,
kerendahan hati dan sekali lagi, kerendahan hati; yang kedua adalah
kemurnian; dan yang ketiga adalah kasih akan Tuhan.”5
Dengan kata lain, Bunda Maria mendorong kita, agar menumbuhkan ketiga
kebajikan ini dalam kehidupan kita, agar kita dapat bertumbuh di dalam
kekudusan. Kepada kekudusan itulah kita semua dipanggil, sebagaimana
dinyatakan dalam Kitab Suci (lih. Im 19:2; Mat 5:48; 1Tes 4:3).
Panggilan untuk hidup kudus inilah yang diserukan kembali oleh Konsili
Vatikan II, sebagaimana tertulis dalam Lumen Gentium.6
Demikianlah, Gereja mengajarkan bahwa kekudusan dimaksudkan untuk semua
orang, tidak saja untuk para religius; namun juga untuk kita kaum awam,
baik yang lajang maupun yang hidup berkeluarga. Dan untuk mencapai
kekudusan ini, kita harus memulai dari langkah pertama, yaitu kerendahan
hati.
Kerendahan hati
Mengapa kerendahan hati? Kerendahan hati adalah dasar dari semua
kebajikan yang lain, sebab tanpa kerendahan hati, kita tidak dapat
sungguh-sungguh memiliki kebajikan-kebajikan yang lain.7
Kerendahan hati juga disebut sebagai ‘ibu’ dari semua kebajikan, sebab
ia melahirkan ketaatan, takut akan Tuhan, dan penghormatan kepada-Nya,
kesabaran, kesederhanaan, kelemah-lembutan dan damai sejahtera.8 Tuhan Yesus sendiri menghendaki agar kita belajar daripada-Nya untuk menjadi lemahlembut dan rendah hati (Mat 11:29).
Kerendahan hati atau humility berasal dari kata humus (Latin), artinya tanah/ bumi.9
Jadi, kerendahan hati maksudnya adalah menempatkan diri ‘membumi’ ke
tanah. St. Thomas Aquinas mengatakan, bahwa pengenalan akan diri sendiri
bermula pada kesadaran bahwa segala yang baik pada kita datang dari
Allah dan milik Allah, sedangkan segala yang jahat pada kita timbul dari
kita sendiri.10
Kesadaran akan hal ini membawa kita pada kebenaran: yaitu bahwa kita
ini bukan apa-apa, dan Allah adalah segalanya. Di mata Tuhan kita ini
pendosa, tetapi sangat dikasihi oleh-Nya. Kerendahan hati inilah, kata
St. Thomas, adalah dasar dari ‘rumah rohani’ kita.11
Selain itu, kerendahan hati adalah lawan dari kesombongan yang
menjadi dosa pertama dari manusia pertama. Kesombongan adalah sikap
‘menolak’ untuk taat kepada Allah, seperti kita lihat pada kisah Adam
dan Hawa (Kej 2:8-3:14). Demikianlah, rencana keselamatan Allah untuk
menebus dosa umat manusia itu, diwujudkan awalnya dengan kerendahan
hati; dalam hal ini, oleh kerendahan hati Kristus- sebagai Adam yang
baru; dan kerendahan hati Bunda Maria- sebagai Hawa yang baru. Kristus
rela mengosongkan diri-Nya, dengan mengambil rupa manusia, untuk
kemudian menanggung hukuman yang paling hina sebagai seorang hamba (lih.
Flp 2:5-11). Surat kepada jemaat Ibrani menuliskan tentang perkataan
Kristus kepada Bapa-Nya ketika Ia masuk ke dalam dunia, yang menunjukkan
ketaatan-Nya kepada Allah Bapa:
“Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki -tetapi Engkau telah
menyediakan tubuh bagiku-. Kepada korban bakaran dan korban penghapus
dosa Engkau tidak berkenan. Lalu Aku berkata: Sungguh, Aku datang; dalam
gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendak-Mu, ya
Allah-Ku.” (Ibr 10:5-7)
Demikian pula, Bunda Maria menunjukkan ketaatannya kepada kehendak
Bapa, ketika ia berkata kepada malaikat itu yang menyampaikan Kabar
Gembira kepadanya, bahwa ia akan mengandung Sang Putera Allah:
“Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38)
“Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38)
Maka, selain Kristus, Bunda Maria adalah contoh yang sempurna tentang
kerendahan hati dan kesempurnaan kasih. Bunda Maria menyadari bahwa ia
dikaruniai oleh rahmat yang istimewa dengan menjadi Bunda Allah yang
Mahatinggi, namun ia tetap rendah hati, dengan menganggap dirinya
sebagai hamba Allah, yang siap melakukan kehendak-Nya. Kerendahan
hatinya inilah yang mendorong Bunda Maria untuk mengutamakan kebutuhan
Elisabet saudaranya, daripada memikirkan pergumulannya sendiri. Bunda
Maria senantiasa mensyukuri rahmat Allah yang diterimanya, dan
merenungkannya di dalam hatinya (lih. Luk 2:19, 51). Bunda Maria tidak
meninggikan diri dan menuntut keistimewaan karena telah dipilih Allah
menjadi ibu Putera-Nya. Bunda Maria tidak mengeluh ketika tidak
memperoleh tempat penginapan dan karena itu harus melahirkan di kandang
hewan yang hina. Ia tetap memenuhi ketentuan yang disyaratkan tentang
pentahiran menurut hukum Taurat Musa, dan dengan demikian tidak
menonjolkan dirinya sebagai seseorang yang telah dikuduskan oleh Tuhan
(lih Luk 2:22; Im 12:3-8). Dengan kerendahan hatinya, Bunda Maria
melaksanakan perannya untuk membesarkan Tuhan Yesus, dalam kemiskinan
dan kesederhanaan, namun dengan rasa syukur dan pujian kepada Tuhan,
sebagaimana dikidungkannya dalam Magnificat (Luk 1:46-56).
Demikianlah, Bunda Maria menunjukkan bahwa kerendahan hati membantu kita
untuk melihat segalanya dengan kaca mata Tuhan. Kita melihat diri kita
yang sesungguhnya, tidak melebih-lebihkan hal positif yang ada pada
kita, namun juga tidak mengingkari bahwa semua yang baik pada diri kita
adalah pemberian Tuhan, sehingga sepantasnya dipergunakan untuk
kemuliaan Tuhan (1Tim 1:17).
St. Theresia Kanak- kanak Yesus menyatakan bahwa penghinaan adalah ‘rahasia bagi kekudusan’.12
Maksudnya ialah, kesediaan untuk menerima kesalahan adalah sangat
penting, agar kita dapat bertumbuh dalam kerendahan hati. Untuk
memperbaiki kesalahan, pertama-tama kita harus mengetahui dan
mengakuinya terlebih dahulu. Untuk itu, kita perlu diberitahu, entah
oleh Tuhan sendiri, atau melalui orang lain. Hal ini dapat mempermalukan
kita, tetapi kita perlu menerimanya dengan lapang. Sebab, jika proses
ini kita terima dengan semangat Kristiani, kita dapat dengan pasti
menjadi rendah hati.13
Hal teguran atas dasar kasih ini, paling tulus diterapkan dalam
keluarga. Sebab dalam keluargalah kita dapat yakin bahwa jika kita
ditegur, tentulah itu dilakukan atas dasar kasih dan untuk kebaikan diri
kita sendiri. Dalam hal ini, orang tua memiliki kewajiban atau tanggung
jawab untuk menegur anak-anak atas dasar kasih, jika mereka telah
berlaku menyimpang dari jalan Tuhan. Demikian pula suami dan istri perlu
saling menegur jika salah satu menjauh dari Tuhan. Bahkan,
anak-anak-pun sesungguhnya dapat dengan cara mereka sendiri mengingatkan
orang tua, jika mereka melakukan sesuatu yang salah di hadapan Tuhan.
Di sinilah perlu sikap kerendahan hati dari pihak yang ditegur, agar
dapat menerimanya dengan hati lapang, dan juga dari pihak yang menegur,
agar motivasinya bukan untuk menonjolkan diri; namun semua mengusahakan
kebaikan bagi sesama anggota keluarga.
Kebajikan kerendahan hati sungguh nyata diperlukan dalam keluarga.
Sebab kerendahan hati ini-lah yang memampukan kita untuk terus bersyukur
kepada Tuhan, dalam keadaan apapun. Jika kerendahan hati telah dihidupi
di dalam keluarga, maka setiap anggotanya akan berusaha untuk tidak
mementingkan diri sendiri, mau melayani dan memperhatikan kebutuhan
sesama anggota yang lain tanpa diminta. Kerendahan hati yang membuat
kita sadar bahwa segala yang baik pada diri kita adalah karunia
pemberian Allah, akan mendorong kita untuk mempergunakannya untuk
kemuliaan Tuhan. Dan tujuan yang satu dan sama ini akan mempersatukan
seluruh anggota keluarga!
Kemurnian
Tuhan Yesus bersabda, “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena
mereka akan melihat Allah.” (Mat 5:8). Maka kesucian dan kemurnian hati,
merupakan syarat bagi kita untuk memandang Allah di Surga. Di tengah
dunia sekitar kita yang semakin menekankan hal-hal yang sensual, Bunda
Maria mengingatkan kita akan pentingnya kebajikan kemurnian. Kemurnian
yang dimaksud di sini adalah integrasi seksualitas di dalam diri
manusia, yang menuju kepada kesatuan yang tak terpisahkan antara tubuh
dan jiwa. Karena perwujudan kasih kita kepada Tuhan dan sesama
melibatkan tubuh dan jiwa kita, maka di sinilah kebajikan kemurnian
menjadi tidak terpisahkan dengan perwujudan kasih yang sejati.
Kita semua yang telah dibaptis dipanggil untuk menjaga kemurnian
tubuh kita, sebab melalui Baptisan, tubuh kita menjadi bait Allah,
tempat kediaman Allah sendiri:
“Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di
dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, -dan bahwa kamu
bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah
lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (1Kor
6:19-20; lih. 1Kor 3:16).
Bunda Maria, menjadi teladan bagi kita dalam hal kemurnian, karena ia
sungguh adalah seorang yang murni, baik tubuh dan jiwanya. Bunda Maria
dikandung tidak bernoda, dan tidak berdosa sepanjang hidupnya.14 Ia adalah seorang yang tetap perawan, baik sebelum, pada saat dan setelah melahirkan Tuhan kita Yesus Kristus.15
Ia menjaga keutuhan tubuh dan jiwanya, demi kasihnya kepada Allah yang
telah memilihnya menjadi ibu bagi Kristus Putera-Nya. Dengan kemurnian
hatinya, Bunda Maria mengikuti teladan Kristus yang juga telah
menyerahkan Tubuh dan Jiwa-Nya seluruhnya demi melaksanakan kehendak
Allah.
Kita pun dipanggil untuk menjadi seperti Kristus dan Bunda Maria,
dengan mempersembahkan tubuh kita untuk melakukan kehendak Allah dan
memuliakan Dia. Dalam hal ini, kita perlu untuk selalu menimba kekuatan
dari Kristus, yang telah terlebih dahulu mempersembahkan diri-Nya di
kayu salib. Dengan merenungkan Kristus yang tersalib itu, sebelum
mencapai kemuliaan kebangkitan-Nya, kita dikuatkan juga untuk
menyalibkan keinginan tubuh yang tidak teratur, agar kita dapat bangkit
dalam kehidupan bersama Yesus dan di dalam Yesus, untuk menggunakan
tubuh kita sesuai dengan keinginan jiwa kita untuk melaksanakan kehendak
Allah. Maka tak terpisahkan dari kemurnian tubuh adalah kemurnian jiwa,
yang ditandai dengan kemurnian hati nurani untuk melaksanakan apa yang
baik dan benar, sesuai dengan kehendak Allah. Kemurnian hati ini,
sangatlah penting untuk kita jaga dan junjung tinggi, sebab jika kita
mengabaikannya, maka iman kita menjadi taruhannya. Sebab demikianlah
yang diajarkan oleh Rasul Paulus, “Beberapa orang telah menolak hati
nurani-nya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka” (1Tim
1:19).
Dalam keluarga, kemurnian tubuh dan jiwa diuji, justru karena dalam
keluargalah kasih sejati dinyatakan. Suami istri dipanggil untuk menjaga
kemurnian tubuh dan jiwa dengan mewujudkan kesetiaan satu sama lain
dalam menjaga kesucian hubungan seksual suami istri, yang mengarah
kepada kesatuan kasih yang total, tanpa syarat dan mengarah kepada
kehidupan. Kemurnian tubuh dan jiwa juga menjadi perjuangan bagi anak-
anak ataupun kaum muda, di tengah godaan zaman ini yang cenderung
mengabaikannya. Di sini pentinglah pengarahan dan pendampingan dari para
orang tua kepada anak-anak mereka, agar anak-anak dapat memahami dan
menjunjung tinggi kemurnian demi menjaga iman yang menghantar mereka
kepada keselamatan kekal.
Kasih akan Allah
Walaupun disebutkan di urutan ketiga, tidak berarti bahwa kasih akan
Allah itu kurang penting jika dibandingkan dengan kebajikan kerendahan
hati dan kemurnian. Sebaliknya, kasih akan Allah inilah yang menjadi
jiwa dari segala kebajikan. Kasih akan Allah menjadi hal utama untuk
dimiliki, agar kita dapat menerapkan kerendahan hati dan kemurnian yang
sejati dalam hidup kita. Tuhan Yesus sendiri mengajarkan kepada kita,
betapa kita harus mengasihi Tuhan, sebab dengan demikian kitapun dapat
mengasihi sesama. Pada kedua hukum kasih inilah tergantung seluruh hukum
Taurat dan kitab para nabi:
“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap
jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan
hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum
ini.” (Mrk 12:30, lih. Mat 22:37-40)
Bunda Maria, menjadi teladan bagi kita untuk mengasihi Allah. Tiada
seorangpun yang memiliki hubungan kasih dengan Tuhan Yesus yang lebih
erat daripada kasih Bunda-Nya, Maria, kepada-Nya. Bunda Maria telah
mengandung, melahirkan, membesarkan, dan menyertai Kristus, bahkan
sampai di bawah kaki salib-Nya, saat hampir semua murid-Nya meninggalkan
Dia. Kasih akan Allah, mendorong Bunda Maria untuk tetap taat setia
akan kehendak Allah sampai akhir hidupnya di dunia. Oleh rahmat Allah,
Bunda Maria diangkat ke Surga, tubuh dan jiwanya; dan ini menjadi
penggenapan janji Allah akan kebangkitan badan bagi umat Kristen.16
Perintah Allah agar kita mengasihi Dia dan sesama, berkaitan erat
dengan hakekat Allah yang adalah kasih (1Yoh 4:8), dan bahwa Allah
menghendaki kita menjadi serupa dengan Dia (lih. Mat 5:48). Demikianlah
kepada St. Faustina, Tuhan Yesus menegaskan kembali bahwa sifat Allah
yang paling utama, adalah belas kasih-Nya, dan Allah menghendaki agar
belas kasih-Nya itu diwartakan kepada semua orang, agar mereka, terutama
para pendosa dapat kembali kepada-Nya. “Wartakanlah, bahwa Belas kasih
adalah sifat Allah yang terbesar. Semua karya tangan-Ku dimahkotai
dengan belas kasih.” 17
Sejalan dengan kehendak Kristus ini, keluarga perlu menumbuhkan
kebajikan kasih akan Allah ini. Dalam keluargalah, seseorang belajar
untuk mengasihi Allah, dan juga untuk menyatakannya dengan mengasihi
setiap anggota keluarga. Di dalam keluarga-lah, kita belajar berdoa,
berdoa bersama dan bersama menerima sakramen-sakramen Gereja. Dalam
keluarga kita bertumbuh dalam iman dan kasih; dalam kekudusan dan
pengorbanan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Kristus bagi kita.
Dalam keluarga kita belajar untuk memaafkan dan memberi maaf, bekerja
dengan suka cita, dan memberikan diri kita kepada sesama,18 demi kasih dan pengabdian kita kepada Allah yang telah memberkati dan mempersatukan kita dengan keluarga kita.
Bunda Maria menjadi pendoa syafaat bagi kita yang membawa permohonan- permohonan kita kepada Allah
Akhirnya, Bunda Maria layak disebut sebagai Bunda Kerahiman, sebab ia
sendiri berbelas kasih ataupun menyatakan kerahiman kepada kita, yang
telah diberikan Kristus agar menjadi anak-anaknya juga (lih. Yoh
19:26-27). Kristus menghendaki agar Bunda Maria dapat terus menyertai
kita dalam kehidupan kita, sebagaimana ia telah menyertai Kristus sampai
wafat-Nya di kayu salib. Setelah diangkat ke Surga, Bunda Maria tetap
menyertai kita sebagai ibu rohani bagi kita. Ia melanjutkan tugas
perantaraannya untuk mendukung Pengantaraan Yesus, dengan terus menjadi
pendoa syafaat bagi kita yang masih berziarah di dunia ini.19
Demikianlah maka kita dapat selalu menyampaikan doa-doa kita kepada
Tuhan Yesus melalui perantaraan Bunda Maria. Kepekaan Bunda Maria akan
kebutuhan kita, sebagaimana yang dilakukannya kepada pasangan suami
istri di Kana (lih. Yoh 2:1-11), itu juga dilakukannya kepada kita.
Bunda Maria selalu membawa kita kepada Kristus Puteranya, dan meminta
kita melakukan segala yang diperintahkan Kristus kepada kita (lih. Yoh
2:5).
Menyadari akan peran Bunda Maria yang mengambil bagian dalam rencana
kerahiman Allah bagi manusia, kita dapat atau bahkan sudah sepantasnya
menyambut anugerah ini, dengan menyerahkan keluarga kita ke dalam
penyertaan doa-doa syafaatnya. Kita tidak perlu ragu berdoa bersama
Bunda Maria dan memohon dukungan doanya, sebab untuk itulah ia diberikan
oleh Kristus kepada kita. Kita dapat melakukannya dengan berdoa rosario
bersama keluarga, berdoa Angelus, ataupun berdoa menyerahkan keluarga
kita kepada penyertaan Bunda Maria. Berikut ini adalah contoh doa
penyerahan tersebut:
Doa Penyerahan Keluarga kepada Perlindungan Bunda Maria
Kepala Keluarga:
O, Hati Maria yang tak bernoda, tempat perlindungan bagi orang
berdosa, kami menyerahkan keluarga kami kepadamu. Di zaman pergumulan
rohani yang dahsyat ini, antara kebenaran dan tipu daya, antara
nilai-nilai keluarga yang murni dan pembolehan segala macam hal yang
menyesatkan, kami memohon agar engkau menerima kami semua di dalam jubah
perlindunganmu, dan bimbinglah kami kepada Hati Kudus Puteramu, Tuhan
Yesus Kristus.
Dengan menyerahkan diri kami kepadamu, kami menerima engkau sebagai
Bunda dan Teladan kami. Kami sekeluarga membuka hati kami bagimu, agar
kami menerima dengan limpah, buah dari penyerahan diri kami ini, yaitu
persekutuan yang penuh dengan Hati Kudus Yesus. Kami sekeluarga menerima
engkau dalam rumah kami, di hati kami dan keluarga kami. Kami
mengundang engkau untuk mengambil bagian dalam hidup kami sepenuhnya,
dalam suka dan duka kami. Kami mempercayakan diri kami ke dalam
perlindungan keibuan-mu, kepada doa syafaatmu, dan kepada bimbinganmu,
sebab engkaulah jalan yang pasti dan sempurna, yang menghantar kami
kepada Kristus.
Anggota keluarga:
Bunda Maria, Bunda Kristus yang memahami dengan sempurna segala isi
Hati-Nya, Pikiran dan Sifat-Nya, kami memohon kepadamu agar membentuk
kami dan mengajarkan kami agar menjadi seperti Yesus, sehingga kami
dapat menjadi gambaran yang hidup akan Kristus di dalam keluarga kami,
di Gereja maupun di dunia ini.
Engkau yang adalah Sang Perawan Suci dan Bunda kami, limpahkanlah
kepada keluarga kami, roh kemurnian hati, pikiran dan tubuh. Semoga kami
semua hidup dalam kemurnian menurut status hidup kami dan semoga
kebajikan kesederhanaan mencegah masuknya segala bentuk ketidakmurnian,
perendahan atau manipulasi tubuh, ke dalam keluarga kami.
Engkau yang adalah Ibu Rohani kami, bantulah kami bertumbuh dalam
hidup rahmat, untuk hidup sepenuhnya di dalam kehidupan ilahi, yang
telah kami terima saat kami dibaptis. Pimpinlah kami ke jalan kekudusan
dan jangan biarkan kami jatuh ke dalam dosa berat ataupun menyia-nyiakan
rahmat yang telah diperoleh Kristus bagi kami melalui kurban Salib-Nya.
Engkau yang adalah Teladan bagi jiwa kami, ajarlah kami menjadi
penurut seperti engkau, agar dapat menerima dengan taat dan rasa syukur,
semua Kebenaran yang diajarkan oleh Putera-Mu melalui Gereja dan
melalui Magisterium Gereja.
Engkau yang adalah Pendoa syafaat di hadapan Putera-mu, pandanglah
dengan matamu yang penuh kasih, semua anggota keluarga kami, dan bahkan
meskipun kami tidak menyadari apa yang kami butuhkan sendiri, bawalah
kami mendekat kepada Putera-mu, dan mohonlah kepada-Nya, seperti di
Kana, bagi mukjizat air menjadi anggur bilamana keluarga kami kekurangan
anggur cinta kasih.
Engkau yang secara khusus mengambil bagian dalam kurban Kristus yang
menyelamatkan, bimbinglah keluarga ini dalam kesetiaan di hadapan Salib
Kristus. Di saat penderitaan, semoga kami tidak mencari kepentingan diri
kami sendiri, tetapi lebih memilih untuk menemani yang menderita. Di
saat kekeringan dan kesendirian, semoga kami setia memegang janji kami
kepada-Mu, dan semoga kami menjalani pengorbanan dan pergumulan hidup
kami dalam kesatuan dengan Puteramu Kristus yang disalibkan.
Kepala Keluarga:
Dengan kesatuan Hati Maria yang tak bernoda dan Hati Kudus Yesus,
kami mohon agar keluarga kami, yang hari ini diserahkan kepada Kedua
Hati ini, dapat hidup dalam kasih, damai, kemurahan hati, kesetiaan,
suka cita dan kesatuan. Semoga keluarga kami menjadi tempat tinggal yang
suci, di mana setiap anggotanya berdoa bersama, dan berkomunikasi satu
dengan lainnya dalam suka cita dan semangat; di mana suami dan istri
saling menghormati satu sama lain; di mana anak-anak -baik yang masih
kecil maupun remaja- mengasihi, menghormati dan manaati orang tua
mereka; di mana kami orang tua melaksanakan dengan penuh tanggung jawab,
tugas untuk mengasihi, membentuk, membimbing dan mengajar anak-anak
kami, sehingga mereka dapat bertumbuh di dalam rahmat di hadapan Tuhan
dan manusia. Kami mohon agar dengan penyerahan diri kami ini, keluarga
kami dapat dilindungi dari segala yang jahat, baik secara rohani maupun
jasmani. Semoga Hati-mu yang tiada bernoda memimpin di rumah ini,
sehingga Tuhan Yesus Kristus dapat semakin kami kasihi, kami dengar, dan
kami taati dalam keluarga kami.
Demi Kristus Tuhan dan Pengantara kami, Amin.
Selain menyerahkan keluarga kita ke dalam perlindungan doa-doa Bunda
Maria, kitapun dapat berdoa bersamanya untuk memohon pencurahan Roh
Kudus dan pertobatan dunia. Sebagaimana Bunda Maria hadir di tengah para
Rasul untuk memohon turunnya Roh Kudus (lih. Kis 2:14), iapun hadir di
tengah keluarga kita dan turut mendoakan agar Roh Kudus menaungi
keluarga kita. Roh Kudus inilah yang mendorong kita untuk memiliki
kerinduan yang besar untuk mendoakan pertobatan sesama, terutama
orang-orang yang kita kasihi, tanpa mengabaikan pertobatan diri kita
sendiri. Kristus sendiri menyatakan kepada St. Faustina, “Doa yang
paling menyenangkan hati-Ku adalah doa bagi pertobatan orang-orang
berdosa. Ketahuilah, anak-Ku, bahwa doa ini selalu didengarkan dan
dijawab.” 20
Demikianlah, kita mengetahui bahwa doa Koronka Kerahiman Ilahi adalah
doa yang berkenan di hadapan Tuhan, sebab dalam doa tersebut kita
memohon belas kasih Allah bagi dunia, “Demi sengsara Yesus yang pedih,
tunjukkanlah belas kasih-Mu kepada kami dan seluruh dunia…”
Bunda Maria, doakanlah kami!
Begitu besarlah kasih Yesus Sang Kerahiman Ilahi, kepada kita, karena
Ia telah memberikan Maria Ibu-Nya untuk menjadi Ibu bagi kita juga,
agar Bunda Maria, yang telah terlebih dahulu menerima Kerahiman Allah,
dapat juga menyalurkan kerahiman itu kepada kita. Dengan melihat teladan
Bunda Maria, kitapun dipanggil untuk menyalurkan belas kasih dan
kerahiman Allah kepada sesama, terutama kepada setiap anggota keluarga
kita. Seperti halnya Bunda Maria, yang oleh karena Kerahiman Ilahi,
telah dijadikan kudus tak bernoda sejak di dalam kandungan sampai akhir
hidupnya, kitapun dipanggil untuk hidup dalam kekudusan, dan dengan
demikian turut mengambil bagian dalam karya Kerahiman Allah. Dalam
perjuangan kita mengejar kekudusan itu, kita dapat selalu melihat kepada
teladan Bunda Maria, yang dapat membantu kita menjadi orang-orang yang
berbelas kasih. Ia menjadi contoh bagi kita dalam hal kerendahan hati,
kemurnian dan kasih akan Allah; ketiga kebajikan yang sangat penting
untuk dipupuk dalam keluarga kita, agar kesatuan kasih dalam keluarga
kita tetap terjaga. Akhirnya, baiklah untuk kita ingat bahwa Tuhan Yesus
dan Bunda Maria tidak pernah meninggalkan kita. Bunda Maria menjadi
pendoa syafaat bagi kita di hadapan Tuhan Yesus. Oleh kerahiman Tuhan
Yesus-lah, kita beroleh pengharapan yang teguh, bahwa Ia akan selalu
menjadi tempat perlindungan bagi kita asalkan kita mau bertobat dan
mengandalkan Dia, di sepanjang hidup kita. “Tuhan Yesus, Engkaulah
Andalanku. Bunda Maria, Engkaulah Teladanku, doakanlah kami!”
Catatan kaki:
1 Diary of St. Faustina, 330
2 Rev. 1.6, c.10
3 Sub Tuum Praesidium, dari Rylands Papyrus, Mesir, abad ke- 3
4 Sumber: http://www.ncregister.com/daily-news/mary-mother-of-mercy-intercede-for-us
5 Diary of St. Faustina, 1415
6 Lih. Konsili Vatikan II, Konstitusi Dogmatik tentang Gereja, Lumen Gentium, Bab V: Panggilan Umum untuk Kekudusan dalam Gereja
7 Lihat St. Alphosus Liguori, The Glories of Mary, vol.2, p.150, “Humility,
says St Bernard, ‘is the foundation and guardian of the virtues’ …for
without it, no other virtue can exist in the soul.”
8
Terjemahan dari tulisan St. Thomas of Villanova, “Spiritual Diary”,
oleh Sacramelli, seperti dikutip oleh William A. Kaschmitter, MM, The Spirituality of the Catholic Church, (Lumen Christi Press, Texas), pp. 35-36.
9 Cassel’s, Latin and English Dictionary, p. 106
10 Lihat Reverend Adolphe Tanquerey, S.S., D.D., The Spiritual Life- A Treatise on Ascetical and Mystical Theology, (Society of St. John the Evangelist, Desclee & Co Publishers, Belgium) 1128, p. 531
11 St. Thomas Aquinas, Summa Theologiae II-II, Q. 161, a.5 ad 2.
12 Vernon Johnson, Spiritual Childhood, A Study of St. Teresa’s Teaching, (Shed & Ward, London), p. 66
13 Fr. Cajetan Mary da Bergamo, Humility of Heart, 63 p.80: ‘humiliation is the surest means of acquiring and practicing humility’
14 Katekismus Gereja Katolik 508 (bdk. KGK 491, 492, 493):
KGK 508 – Dari antara turunan Hawa, Allah memilih perawan Maria menjadi bunda Anak-Nya. “Penuh rahmat” ia adalah “buah penebusan termulia” (SC 103). Sejak saat pertama perkandungannya ia dibebaskan seluruhnya dari noda dosa asal dan sepanjang hidupya ia bebas dari setiap dosa pribadi.
KGK 508 – Dari antara turunan Hawa, Allah memilih perawan Maria menjadi bunda Anak-Nya. “Penuh rahmat” ia adalah “buah penebusan termulia” (SC 103). Sejak saat pertama perkandungannya ia dibebaskan seluruhnya dari noda dosa asal dan sepanjang hidupya ia bebas dari setiap dosa pribadi.
15
Konsili Konstantinopel II (553) dan Sinode Lateran (649), menyatakan:
“Maria adalah Perawan, sebelum pada saat dan sesudah kelahiran Yesus
Kristus (De fide). Konsili Konstantinopel II (553) menyebutkan Bunda
Maria sebagai, “kudus, mulia, dan tetap-Perawan Maria”. Sinode Lateran
(649) di bawah Paus Martin I mengatakan: “Ia [Maria] mengandung tanpa
benih laki-laki, [melainkan]dari Roh Kudus, melahirkan tanpa merusak
keperawanannya, dan keperawanannya tetap tidak terganggu setelah
melahirkan.” (D256)
KGK 499 – Pengertian imannya yang lebih dalam tentang keibuan Maria yang perawan, menghantar Gereja kepada pengakuan bahwa Maria dengan sesungguhnya tetap perawan Bdk. DS 427., juga pada waktu kelahiran Putera Allah yang menjadi manusia Bdk. DS 291; 294, 442; 503; 571; 1880.. Oleh kelahiran-Nya “Puteranya tidak mengurangi keutuhan keperawanannya, melainkan justru menyucikannya” (LG 57). Liturgi Gereja menghormati Maria sebagai “yang selalu perawan” [Aeiparthenos] Bdk. LG 52.
KGK 499 – Pengertian imannya yang lebih dalam tentang keibuan Maria yang perawan, menghantar Gereja kepada pengakuan bahwa Maria dengan sesungguhnya tetap perawan Bdk. DS 427., juga pada waktu kelahiran Putera Allah yang menjadi manusia Bdk. DS 291; 294, 442; 503; 571; 1880.. Oleh kelahiran-Nya “Puteranya tidak mengurangi keutuhan keperawanannya, melainkan justru menyucikannya” (LG 57). Liturgi Gereja menghormati Maria sebagai “yang selalu perawan” [Aeiparthenos] Bdk. LG 52.
16
KGK 966 “Akhirnya Perawan tak bernoda, yang tidak pernah terkena oleh
segala cemar dosa asal, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di
dunia, telah diangkat memasuki kemuliaan di surga beserta badan dan
jiwanya. Ia telah ditinggikan oleh Tuhan sebagai Ratu alam semesta,
supaya secara lebih penuh menyerupai Puteranya, Tuan di atas segala
tuan, yang telah mengalahkan dosa dan maut” (LG 59, Bdk.
Pengumuman dogma mengenai Maria diangkat ke surga oleh Paus Pius XII,
1950: DS 3903). Terangkatnya Perawan tersuci adalah satu keikutsertaan
yang istimewa pada kebangkitan Puteranya dan satu antisipasi dari
kebangkitan warga-warga Kristen yang lain.
“Pada waktu persalinan engkau tetap mempertahankan keperawananmu, pada waktu meninggal, engkau tidak meninggalkan dunia ini, ya Bunda Allah. Engkau telah kembali ke sumber kehidupan, engkau yang telah menerima Allah yang hidup dan yang akan membebaskan jiwa-jiwa kami dari kematian dengan doa-doamu” (Liturgi Bisantin, pada Pesta Kematian Maria 15 Agustus).
“Pada waktu persalinan engkau tetap mempertahankan keperawananmu, pada waktu meninggal, engkau tidak meninggalkan dunia ini, ya Bunda Allah. Engkau telah kembali ke sumber kehidupan, engkau yang telah menerima Allah yang hidup dan yang akan membebaskan jiwa-jiwa kami dari kematian dengan doa-doamu” (Liturgi Bisantin, pada Pesta Kematian Maria 15 Agustus).
17 Diary of St. Faustina, 301
18
KGK 1657 – Disini dilaksanakan imamat yang diterima melalui
Pembaptisan, yaitu imamat bapa keluarga, ibu, anak-anak, semua anggota
keluarga atas cara yang paling indah “dalam menyambut Sakramen-sakramen,
dalam berdoa dan bersyukur, dengan memberi kesaksian hidup suci, dengan
pengingkaran diri serta cinta kasih yang aktif” (LG 10). Dengan
demikian keluarga adalah sekolah kehidupan Kristen yang pertama dan
“suatu pendidikan untuk memperkaya kemanusiaan” (GS 52,1). Di sini orang
belajar ketabahan dan kegembiraan dalam pekerjaan, cinta saudara
sekandung, pengampunan dengan jiwa besar, malahan berkali-kali dan
terutama pengabdian kepada Allah dalam doa dan dalam penyerahan hidup.
19
KGK 969 – “Adapun dalam tata rahmat itu peran Maria sebagai Bunda tiada
hentinya terus berlangsung, sejak persetujuan yang dengan setia
diberikannya pada saat Warta Gembira, dan yang tanpa ragu-ragu
dipertahankannya di bawah salib, hingga penyempurnaan kekal semua para
terpilih. Sebab sesudah diangkat ke surga, ia tidak meninggalkan peran
yang membawa keselamatan itu, melainkan dengan aneka perantaraannya ia
terus-menerus memperolehkan bagi kita karunia-karunia yang menghantar
kepada keselamatan kekal… Oleh karena itu di dalam Gereja santa Perawan
disapa dengan gelar: pengacara, pembantu, penolong, dan perantara” (LG
62).
20 Diary of St. Faustina, 1397
Tidak ada komentar:
Posting Komentar